Membeli mesin cuci

Membeli Mesin Cuci
...
Mungkin membeli mesin cuci ini menjadi cobaan mulia yang keras bagi batin istri. Pikiran dia mungkin galau. Dan akhirnya menyerah karena ada perasaan tertentu. Yang mungkin akan lebih mengganggu kalau tidak di turuti. 

Karakter orang sebenarnya bisa tertebak. Contoh. Dia sudah ngomong mau memberi uang ke i i ,  tapi nyatanya belum terealisasi sama sekali. Katanya jelang Ramadhan. Tapi nyatanya. Owalah, dasar felit mbetititttttttt.

 Lalu bilangnya ke suami. Kita kurang sedekah pah.  Saya dalam hati ngomong yang kurang sedakah itu sebenarnya siapa ?? 

Sebenarnya istri bukan felit mbetititttttttt. Namun lebih tepat perhitungan. Nah, pas sedang menghitung ego merasa memiliki muncul. Akhirnya kejadiannya seperti ini terjadi. 

Jika saja istri mau belajar kepada saya soal keuangan. Banyak hal yang tidak akan mengganggu perasaan. 

Prinsip mengelola uang adalah uang itu milik Tuhan. Titik. Bukan milik kita. 

Kalau saya mengikuti sikap karakter istri, maka akan rusak hubungan keluarga. 

Saya membeli mesin cetak buat bapak mertua  sampai Rp 30 juta oke oke saja. Beli motor Rp 23 juta juga oke oke saja. Perbaiki rumah juga oke oke saja. Apalagi? Apa perlu di cari lagi yang lain ?? 

Apakah mungkin istri melakukan perbuatan membelikan membelikan seperti  itu ke mertua ?? Alias orang tua saya ?? 

Lhoo, kamu kok hitung-hitungan begitu ke keluarga sendiri. Saya tidak hitung-hitungan. Itu adalah data objektif. Memang kenyataannya begitu. Dan saya juga tidak merasa itu bukan dari duit saya. Itu uang Tuhan. Hanya lewatnya saja melalui saya. Kalau masih di anggap tidak ikhlas karena di ingat ingat yaa silakan. Tidak Masalah. 

Kembali lagi ke soal membeli mesin cuci untuk mamake. 

Bagi saya, jika istri bisa tulus melewati perasaan gundah sehabis saya membeli mesin cuci. Dia akan bertumbuh menjadi wanita yang istimewa di mata Tuhan. 

Posting Komentar untuk "Membeli mesin cuci "