Bahasa paling tinggi tanpa kata tanpa suara

Zakiyah Darojah
---Inti sebagai Khalifah adalah Memakmurkan---
Melihat dokumentasi kegiatan bakti sosial berbagi sembako kemarin, saya dan teman-teman merasa terharu. Rasanya ingin terus bisa berbagi. Ternyata berbagi itu membahagiakan dan nagih. Meskipun ini juga bisa jadi ego baru. Ego ingin eksis, ingin diakui, merasa berharga, merasa lebih unggul dan lain sebagainya. Ya begitulah, apa-apa kalau tidak diwaspadai memang bisa menjebak. Namun begitu, tetap berbagilah
Kembali ke laptop. Jadi, kenapa berbagi itu menumbuhkan rasa terenyuh. Yang menerima bahagia, yang memberi pun bahagia. Ya karena begitu sebenarnya nurani manusia, yaitu saling menebar kasih sayang. Ada yang mengulurkan tangan, ada yang menerima. Barangkali itu kenapa kata yang terucap sebagai rasa suka cita adalah terima kasih. Yang menerima maupun yang memberi pada dasarnya sama-sama sedang menerima kasih. Apa yang kita berikan kepada orang lain, sesungguhnya kita sedang memberi kepada diri kita sendiri.
Jika setiap orang menyadari hal ini, maka pantas jika manusia diberi gelar khalifah. Karena inti tugas seorang khalifah adalah memakmurkan, mensejahterakan bumi dan seisinya ini.
Sebagaimana ucapan salam yang sering dilantunkan, Assalamualaikum (Semoga keselamatan/
kesejahteraan/kedamaian atas kalian), implementasi dalam kehidupan nyata dari menebar salam, ya saling menebar kemakmuran.
Diakhir Ramadhan juga ada ajaran membayar zakat. Baik zakat fitrah maupun zakat mal. Zakat fitrah wajib bagi setiap muslim yang bernyawa. Bayi pun, diwajibkan zakat fitrah yang dibebankan kepada walinya. Zakat fitrah untuk menyucikan diri, zakat mal untuk menyucikan harta. Dan zakat ini, intinya adalah berbagi.
Dan secara umum, berbagi bukan hanya harta. Tapi apa saja yang dimiliki. Yang punya harta ya berbagi harta, yang punya ilmu berbagi ilmu, yang punya tenaga berbagi tenaga dan lain sebagainya.
Barangkali kenapa kita belum pantas disebut khalifah, karena masih besar orientasi pribadinya. Belum berorientasi saling memakmurkan. Masih tamak, masih egois, masih mementingkan diri sendiri, masih iri dengki dll.
Mudah-mudahan berbagi yang semakin gencar dilakukan di Ramadhan ini, mengetuk nurani kita untuk kembali kepada alamiahnya, kembali kepada fitrahnya, yaitu saling memakmurkan...
# selfreminder
# RamadhanDay25

Zakiyah Darojah
----- Waspada terhadap Jebakan -----
Alkisah Hasan Basri sholat di sebuah masjid yang diimami oleh seseorang. Beliau merasa tidak nyaman, karena menurut beliau imamnya kurang fasih, tajwidnya banyak salah, dan lainnya. Akhirnya Hasan Basri memilih mundur dan sholat sendiri.
Sepulang ke rumah, beliau tidur dan bermimpi. Bahwa ia kena tegur. Karena imam tadi yang kurang fasih bacaaan Qur'annya, ternyata ia lebih ikhlas, lebih tulus dan lebih bersih hatinya. Hasan Basri pun segera menyadari kesalahannya.
Dan banyak kisah lainnya, yang memberikan pelajaran, bahwa jangan merendahkan yang lain, karena belum tentu kita lebih baik darinya.
Proses dalam peningkatan kualitas diri dan perbaikan diri memang sangat licin. Jebakannya ada dimana-mana. Orang pinter jebakannya merasa paling pinter, orang banyak duit jebakannya merendahkan yang miskin, orang banyak ibadah jebakannya merasa paling soleh, orang banyak ilmu merasa paling tahu segalanya, orang banyak amal merasa paling baik amalnya, orang baik merasa yang lain buruk dan lain sebagainya.
Mungkin ini yang disebut jalan yang lurus itu bagaikan rambut dibelah tujuh, mudah menggelincirkan. Dan karena inilah Nabi menuntun kita untuk beristighfar setiap hari. Karena gerak tubuh(mulut, jempol, bahasa tubuh) saja kadang tidak terkontrol, apalagi gerak hati kita. Tentunya banyak salah kelirunya.
Tapi, semua itu bukan untuk menghentikan kita menjadi terus berbuat baik, banyak amal, banyak ibadah, banyak harta, banyak ilmu dll. Barangkali tipsnya adalah selalu sadar bahwa semua yang kita bisa, yang kita miliki dan kita mampu melakukannya, tiada lain juga karena petunjuk dan pertolongan Allah. Laa khaula wala quwaata illa billah. Tiada daya dan upaya kecuali atas kuasa-Nya
# selfreminder
# RamadhanDay24

Zakiyah Darojah
---- Ibadah & Ilmu -----
Ada yang bertanya, kenapa sudah rajin ibadah, rajin sholat malam bahkan, tapi tetap saja mudah marah dan kemrungsung hatinya?
Ya, nggak papa. Namanya juga berproses. Dan berproses itu terus menerus. Saya pun masih berproses. Diberi kemauan, kekuatan dan kemampaun untuk beribadah itu sudah merupakan karunia. Tinggal terus diperdalam lagi, agar ibadah tak hanya sampai di level fisik saja, tapi meresap ke dalam jiwa.
Barangkali kita yang beribadah tapi belum merasakan nikmatnya buah ibadah, karena masih sekedar "mengerjakan", belum "mendirikan". Baru sekedar sampai sembah raga (badan fisiknya saja yang tampak sembahyang) tapi belum sampai pada sembah jiwa apalagi sembah rahsa.
Di sinilah kita dituntun untuk terus mendalami ilmunya. Oleh kerananya, Nabi bersabda:
"Keutamaan ahli ilmu atas ahli ibadah adalah seperti keutamaanku atas orang yang paling rendah di antara kalian." Setelah itu beliau melanjutkan, "Sesungguhnya Allah, para malaikat, para penduduk langit dan bumi, bahkan semut di lubangnya, dan para ikan mendoakan pengajar kebaikan pada manusia." (HR At-Turmidzi).
"Keutamaan orang yang berilmu dibanding dengan ahli ibadah, seperti keutamaan bulan purnama atas seluruh bintang-bintang. Sesungguhnya para ulama adalah pewaris para nabi. Sesungguhnya para nabi tidaklah mewariskan dinar dan dirham, (tetapi) mereka mewariskan ilmu. Barangsiapa mampu mengambilnya, berarti dia telah mengambil keberuntungan yang banyak." (HR.Abu Dawud, At-Tirmidzi)
Bukan ibadah tidak utama, namun akan lebih utama jika dibarengi dengan pendalaman ilmu. Agar ibadahnya mengalami peningkatan kualitas dari waktu ke waktu. Sehingga bisa merasakan nikmatnya buah ibadah, yang terimplementasi dalam laku hidup sehari hari, sepanjang waktu.
Dan karena ilmu itu adalah cahaya, maka ia hanya akan masuk jika seseorang dengan kerendahan hati bersungguh-sungguh mereguknya. Cahaya ilmu tidak akan masuk, jika hati diliputi kekotoran dan kegelapan.
Semoga kita diberi hidayah, sehingga mengalami peningkatan kualitas ibadah. Yang tidak hanya sekedar menjalankan gerak fisik semata. Sehingga ibadah kita bisa menjadi jalan untuk memperbaiki kualitas jiwa kita dan juga akhlak kita.
# selfreminder
# RamadhanDay23

Zakiyah Darojah
---- Fokus pada Tujuan ----
"Innalillahi wainnailaihi rojiun" , sesungguhnya kami adalah kepunyaan Allah dan kepada Allah jugalah kami kembali. Kalimat istirja ini sering didengar, juga sering diucapkan. Biasanya jika ada orang meninggal, atau terkena musibah, kalimat ini terlantunkan untuk mengingatkan kembali diri kita bahwa segala sesuatu milik Allah dan akan kembali kepada Allah. Dan yang sering kita lupa, kembali bukan hanya nanti, tapi juga saat ini.
Semestinya, kalimat sakral ini bukan hanya diingat saat terjadi musibah saja, tetapi menjadi patokan apa tujuan hidup kita. Yaitu kembali kepada Allah. Sehingga saat fokus pada tujuan, hal-hal yang tidak relevan yang tidak menuju pada tujuan itu, tidak perlu terlalu digubris.
Yang menyebabkan kadang kita sering ter-distraksi, itu karena kita tidak fokus, bahkan seringnya amnesia. Sehingga godaan-godaan di perjalanan membuat energi habis untuk memikirkannya. Padahal hal tersebut hanya membuang-mbuang energi dan waktu saja.
Kita memiliki kontrak perjanjian langsung dengan Allah, sendiri-sendiri. Sekali lagi, sendiri-sendiri. Apapun yang dilakukan di dunia ini, adalah dalam rangka melaksanakan perjanjian itu. Adapan orang-orang yang dihadirkan dalam hidup kita, sebagai sarana untuk menunaikan tugas saja.
Jadi jika ada masalah dengan orang lain, misalnya orangtua, pasangan, anak, saudara, teman, bos, dll, kalau fokus pada orangnya mungkin akan membuat stress. Namun jika sadar bahwa mereka adalah bagian dari tugas perjanjian kita, maka kita akan fokus pada tujuan akhirnya.
Mungkin pertanyaan ini bisa membantu, "apa yang Tuhan ingin saya lakukan, dalam menghadapi ini? Dan apa pelajaran yang saya dapat dari hal ini?" dan jika tidak ada korelasinya dengan tujuan akhir kita, 'luweh' sajalah.
Terkadang yang membuat jadi beban itu karena kita ingin mengontrol segala sesuatu. Sebelum terlalu abot pikir, abot manah, tanyakanlah ke dalam diri, "apakah ini membawa pada tujuan hidupku?"
# selfreminder
# RamadhanDay22

Zakiyah Darojah
----- Bahasa tanpa Kata tanpa Suara -----
Komunikasi tertinggi, adalah tanpa kata tanpa suara. Sudah paham, tanpa perlu penjelasan. Sebagaimana sejoli yang jatuh cinta, tidak perlu banyak kata, saling bertatap mata sudah lebih dari segalanya, merasuk dalam relung hati terdalam untuk saling mereguk cinta.
Kata suami saya, jika dalam komunikasi kata-kata adalah koenci, maka yang paling malang adalah orang bisu. Termasuk dalam doa (komunikasi dengan Tuhan). Maka komunikasi dengan semesta pun menggunakan bahasa universal, bahasa tanpa kata tanpa suara. Yang menggema dari kedalaman rahsa. Makanya suami punya slogan, rasamu adalah doamu.
Jadi pada dasarnya, tidak ada orang yang tidak berdoa. Karena setiap saat setiap waktu manusia selagi dia hidup pasti me-rasa. Apalagi dengan panca indera yang aktif terbuka. Bahkan dalam tidur pun, kadang masih bermimpi, tanda bahwa bawah sadarnya masih bekerja. Kecuali, pada kasus dan orang tertentu.
Kenapa di 10 hari terakhir puasa nabi menganjurkan i'tikaf? Yaitu agar kita mempertajam rahsa. Hijab terbesar kita dengan Rabb nya, itu nafsu. Yang terpicu oleh panca indera. Nafsu bukan untuk dihilangkan, namun dikendalikan. Proses mengendalikan ini yang membuat manusia menjadi insan kamil (manusia sempurna).
Setelah 20 hari mengendalikan nafsu dengan puasa, saatnya 10 hari terakhir memperbanyak diam. Menyelami samudera rahsa. I'tikaf sendiri secara bahasa artinya berhenti/diam.
I'tikaf bisa dilakukan kapan saja, namun di bulan Ramadhan ini menjadi utama, karena posisi bumi, bulan, bintang dan alam raya sedang dalam kondisi terbaiknya yang bisa dirasakan penduduk bumi. Barangkali di situ disebut ada malam Lailatul Qodar, malam seribu bulan. Bisa jadi, dalam akselerasi alam yang tepat ini, akan membawa seseorang yang terberkati merasakan Lailatul Qodar untuk mengalami akselerasi kesadaran yang setara dengan 1000bulan (83tahun).
Di situlah ruang tanpa suara dan kata, diam, hening, yang harapannya membawa seseorang semakin merasakan eksistensiNya, kehadiranNya yang Maha segalanya. Yang rasa itu semakin besar dari masa ke masa. Merasakan bahwa Dia dekat, dan meliputi segalanya.
Sebagaimana Allah berfirman: Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya, dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya (QS: Qaf:16)
# selfreminder
# RamadhanDay21

Posting Komentar untuk "Bahasa paling tinggi tanpa kata tanpa suara"