Jangan mengulang kisah jelek terus by Christina Lie

Christina Lie
Pertanyaan atau statement yang pasti gue respon-nya JUTEK, mulai dari yang paling malesin s/d yang sebenernya menurut gw kurang elok saja untuk ditanyakan, dan yang komen/PM kayak gini, selalu deh COWO atau BAPAK²
1. Ci, menang banyak dong ya, bisa nikah lagi sama bujangan.. padahal cici waktu itu janda anak satu.
2. kasian ane sama laki cici yang kedua, gak pernah ngerasain perawan.
Dua statement diatas pernah nongol di komen, bukan friendlist sih pas gue cek.. tapi ya otomatis di block saja lah orang-orang kayak gini wkwkwkwkw. Tapi ya pernah juga temen sendiri yang sering chat, terus ngoceh gitu pas chatting sama gue.
Jawaban songong gue KHUSUS ke orang ini
Ibarat gue ini mobil.. tapi kelasnya Aston Martin, mau bekas kek, mau baru kek, nilai jual gue masih tinggi.. nah elo sendiri? diobral juga yakin laku?
---------
3. Cici makin bulet, diet ci diett...
Biarin gue bulet, body gw yang bulet ini setidaknya udah menghasilkan 2 anak yang cakep imut menggemaskan
Kalaupun gue nanti diet, itu karena kemauan gue, bukan karena semata opini elo.
---------
4. Ci, jarinya kenapa jempol semua?
Daripada punya elo yang cuma segede jempol
---------
5. Ci, agamanya apa?
Napa sih nanya-nanya?, mau kasih gue THR?
--------
6. Ci, umurnya berapa?, beratnya berapa?
mau ngapain sih tau tau? gak sekalian tanya lingkar celana gue berapa? ukuran sepatu? bawel bener!
-------
7. Ci, kok belum tidur? (PM diatas jam 12 malem)
Perhatian amat?, laki gue juga bukan!
-------
Kayaknya baru 7 itu aja yang kepikiran, ntar kalau gw ada inget lagi, gw update ye..
PS: nulis gini, biar paham kalau tau tau gak bisa liat wall gue lagi, ya alesannya sesimple gue sebel aja sama komenan elo
11 Mei pukul 22.27 · Publik
.

Christina Lie
Mereka yang merasa dirinya pantas alias berhak untuk meminta, yang mereka dapatkan justru malah tatapan aneh dan jengah.
Sebenarnya saya nulis tuh, termasuk ini, karena banyak terinspirasi dari apa yang bersliweran di timeline,
Mungkin karena jumlah friendlist saya hampir mentok, sehingga timeline jadi beranekaragam, 1000 cerita dari 1000 orang berbeda yang nongol di feed saya.
Jadi..
Nggak cuma sebagian influencer/selebgram/youtuber yang mendadak sok ngartis demi barang yang diincar itu digratiskan.
Namun sering saya temui di dunia maya ini, mereka yang sepertinya suka “menjual” kesedihan demi menuai simpati lalu meminta.
Ada yang terang-terangan meminta,
Tapi ada juga yang selalu konsisten posting kesedihannya setiap hari, diselingi dengan postingan jualannya yang katanya nggak laku-laku dan stock tersebut masih banyak karena hasil diphp customer. Lama-lama polanya terbaca, jualan kok bisa diphp melulu. Tiap minggu pula .
Ok lah back to topic.
Saya perjelas yang jelas-jelas meminta.
Via PM itu banyak sekali sebetulnya,
“Ci, saya ini difabel, ada diskon nggak ci untuk join 101red?”
“Ci, saya ini single parent, berjuang sendirian, mau coba jualan lumecolors, bisa kirimin saya 10 biji dulu gak ci, buat saya jualin ke tetangga, pasti saya bayar ci setelah laku”
Contoh lain:
Pesen makanan pakai ojol, ongkir 23k, kasih 50k. Lalu ojolnya langsung merasa nggak usah ada kembalian, alias langsung cuma bilang “ya bu, makasih” tanpa basa-basi cari kembalian. Gedeg gak? Meskipun dari awal niat kita memang mau kasih.
Pernah juga waktu belum covid, pergi mijit refleksi, 90k, apa mau mesin EDC dia error, jadilah bayar cash, dan cash cuma ada 95k, ya kasih semua dong.
“Tipsnya 5000 aja bu?”
——
Sebenarnya dalam situasi apapun, ketika dihadapkan dengan orang yang merasa berhak/pantas mendapatkan sesuatu timbal balik dari kita.
Reaksi kita cenderung jadi risih, bahkan berbalik jadi menolak melakukan apa yang dia inginkan.
Seperti halnya, misal lagi bertengkar dengan teman atau pasangan, lalu tiba-tiba mereka mengungkit-ngun
gkit semua kebaikan yang sudah mereka lakukan untuk kita, lah yang ada kita jadi merasa mereka itu songong kan?

Buat yang rutin “membanggakan” cerita sedihnya dengan tujuan meminta sesuatu (gratisan, diskon), apa yang kalian lakukan itu sama saja dengan memanfaatkan kebaikan orang.
Dan tidak ada satupun orang yang suka dimanfaatkan.
11 Mei pukul 08.44 · Publik

Christina Lie
Drakor TWOTM, sepertinya membuat para istri yang sedang berada ditengah toxic relationship, jadi mikir 1000x untuk berpisah. Demi anak.
Tidak mau anak nanti menjadi korban seperti Joon yung.
Toxic Relationship, berpisah ataupun tidak, anak akan tetap menjadi korban, jika perpisahan yang terjadi bukan perpisahan baik-baik.
Karena memilih bertahan pun, bukan tak mungkin anak akan menyaksikan drama pertengkaran kedua orang tuanya.
Dan jikapun bukan karena menyaksikan pertengkaran, tapi tetap akan merasakan kesedihan ibunya, yang frustasi dan depresi. Apakah anak akan bahagia melihat ibunya tertekan?
Toxic relationship yang saya maksud disini adalah ketika sudah terjadi kekerasan di rumah tangga, baik fisik maupun verbal hingga perselingkuhan yang berlarut-larut dibiarkan demi bertahannya status pernikahan dan anak.
Keputusan berpisah memang salah satu keputusan tersulit didalam hidup ini, karena yang ditakutkan bukanlah masalah yang sedang dihadapi, tetapi kenyataan hidup yang harus dijalani setelah melepas masalah itu.
Namun jiwa yang terikat, adalah jiwa yang tidak akan bahagia. Meskipun tidak banyak yang berani melangkah dari zona “nyaman” yang sebetulnya tidak nyaman untuk meraih sesuatu yang tidak pasti.
Banyak wanita yang sebelum menikah, suka menanyakan saran, bagaimana caranya menjadi istri yang baik.
Padahal pernikahan membutuhkan kedua belah pihak untuk saling menopang satu sama lain.
Mengapa bukan bertanya bagaimana membangun fondasi pernikahan yang baik.
Menurut saya, pernikahan itu untuk saling memberi dan mengisi, bukan menuntut.
Wanita yang hidupnya tertekan cenderung menyalahkan “kodratnya sebagai wanita” karena takut untuk mengambil resiko.
Dan tanpa sadar malah memberi contoh kepada anak untuk menjadi orang yang lemah.

Christina Lie
Curhat, mengeluh, bercerita soal kepahitan masa lalu, sebaiknya janganlah terus berulang-ulang, apalagi ke makin banyak orang, baik itu dalam bentuk candaan atau tangisan.
Terutama buat mereka yang sering kali merasa apa yang dipikirkan, diucapkan, kerap kali terkabul. (ada ya?, oh bukan ada lagi, tapi banyak) --> kenapa saya bilang terutama mereka yang seperti ini, harus lebih hati-hati mengucap, karena ini akan jadi pedang bermata dua. Jika apa yang sering diucapkan/
dipikirkan kerap kali terkabul, toh mendingan berucap/mikir yang baik-baik saja toh.
Yang sedang sedih, lalu terus meratapi nasib, pikiran makin mumet, berujung ke depresi, depresi membuat kondisi badan jadi makin lemas, sehingga cenderung lebih suka mengurung diri di kamar, rebahan, nangis sambil dengerin lagu yang mellow-mellow, hingga tak sedikit yang akhirnya ingin mengakhiri hidup.
Buat yang temennya lagi sedih, setelah dia selesai curhat, jangan malah makin kompor atau bikin dia tambah sedih. Kalau nggak lagi social distancing seperti saat ini, bisa hibur dengan ajak nonton bareng misalnya, yang lucu-lucu, atau ngomongin topik seru yang minimal bisa mengalihkan pikiran dia dari kesedihan yang berlarut-larut.
=======
Saya ingat waktu lagi lunch break di suatu seminar di luar kota, beberapa orang yang mengenal wajah saya, menghampiri saya dan berkata "wah cici youtuber nih, enak yah jadi bisa jadi youtuber!"
Dan kecenderungan saya yang suka jengah kalau dibegitukan, mulut saya nyeplos "iya tapi anak gue yang gede itu sebel banget sama gue yang jadi youtuber"
Dan kalimat ini spontan berulang kali saya katakan ke kurang lebih 5 orang yang tiap kali menghampiri saya berkata seperti diatas.
Selesai acara, di hari yang sama, setelah seharian itu gak pegang hp, iseng scroll facebook, masa tiba-tiba saya melihat di timeline, berita "seorang anak remaja membenci ibunya yang menjadi influencer terkenal"
ada fotonya, dan anaknya anak cewe pula.
"Wewwwww" saya langsung ngeh, seharian ini ngomong beginian, bisa nariknya sampai kayak gini,
Terus untuk mengalihkan pikiran,
saya message kedua anak saya dari facebook (saya lagi di bandung kan saat itu), nanya lagi ngapain.
Anak saya yang gede kasih saya gambar hasil bikinannya, dan saya pun bilang "wah bagus bangettt"
tiba-tiba anak saya yg gede ini, bilang
"Don't post it on your facebook or instagram ya mami!"
hahaha, why? mami nggak post kok..
"many of my friends mom follow you, and some of my friends too, i will be embarassed"
loh kenapa malu sih?, gambarnya bagus kok.. ya udah mami gak post kok..
"why do you have to be famous, i don't like it"
----
kebetulan kah?, saya rasa nggak, karena hal ini sering kejadian ke saya sendiri, mulai dari pernah mau kontak temen saya yang udah 2 bulan gak pernah kontak, eh tau tau temen saya itu bisa telpon saya 20 menit kemudian, dan masih banyaaaak lagiii..
----
Saya itu orangnya suka mengamati pola suatu kejadian, akhirnya kemudian sering saya praktekkan.
Staff saya pernah ngomong
"Bu ini stock xxxx masih banyak gini, mau di diskon gak?"
dan saya jawab sekenanya sambil gak gitu mikirin karena mata waktu itu lagi fokus ke layar komputer.. "ah gak usah, seminggu ini gw yakin abis"
dan ya, beneran habis..
----
Balik lagi ke topik curhat, saya setahun terakhir tipe jarang curhat sebenernya, karena "belajar" dan akhirnya paham kalau keseringan curhat, malah itu masalah makin terus kejadian di saya gak putus-putus.
Tapi saya kalau lagi kesel sama orang, wah bisa terus-terusan nyeritain itu orang wkwkwkwkw, "itu orang kenapa sih!, gue sebel banget"
Ceritanya paling ke temen deket saja, gak lebih dari 2-3 orang.
Dan terjadi lagi dong, ketika saya belum lepas rasa kesal saya, atau anggap lah peristiwa kekesalan itu sudah terjadi sebulan lalu, tapi kalau ada yang nanya saya soal itu orang, saya kembali ceritain dengan berapi-api..
ya terjadi lagi, dalam kurun waktu itu juga, saya "dipertemukan" dengan orang-orang yang ngeselinnya sama, hahahahaha
----
Case lain:
Temen saya ada yang curhat, dia kesal dengan karyawannya yang udah nggak perform, ketauan nyolong pula.
Saya bilang "pecat"
"nggak tegaaaaa tinnnn"
"ya udah terserah lo deh, jangan curhat hal yang sama lagi ya ke gue"
Kurun waktu 3 minggu, dia punya toko offline, baru buka 2 cabang, dan hire SPG baru, iya SPG-nya yang baru nyolong juga, terus sering absen gak jelas (di 2 cabang baru ini)
Curhat lagi dong temen gue ini..dan ternyata karena dia kesel sama yang kasus pertama, dan dia sungkan curhat hal yang sama lagi, makanya dia curhat ke si anu, si itu, si onoh.
Singkat cerita, saya saranin hal yang sama "pecat ketiganya", kali ini dilakukan. Tentunya saya infokan juga beberapa kiat hiring orang, dan solusi untuk resiko hal ini biar tidak terjadi lagi.
ya sekarang damai saja akhirnya.
-----
Kesimpulannya,
Hentikan berbicara negatif tentang diri sendiri, atau orang yang terlibat langsung di hidup kita.
"anak gue tuh susah banget dibilangin"
"laki gue tuh kasar kalau ngomong"
"gue tuh memang gak pernah disayang"
makin kata-kata ini terucap, ya kejadian ini tidak akan pernah putus terjadi di hidup kita.

Posting Komentar untuk "Jangan mengulang kisah jelek terus by Christina Lie"