Puasa ujung jengkol ??

Puasa seharusnya menjadi ajang kegembiraan
.
Bermula istri minta mendoan. Tidak di kabulkan. Justru menyuruh saya yang membeli. Saya tidak suka disuruh. Urusan makan mengapa saya yang ngurusin juga. Perempuan seharusnya mandiri soal makanan. 

Bukankah itu harusnya urusan ibu rumah tangga. Lagian bakul mendoannya juga deket. Mau beli mendoan yang jauh juga boleh. Di mewek. 

Ketika buka puasa sudah masuk. Entah apa yang merasuki. Seharusnya sunah mengawali berbuka. Ini tah tidak. Entah  kegiatan macam apa yang diutamakan.  Lebih mengutamakan ego diri dari pada sunah nabi. 

Saya mau Salat jamaah Maghrib juga di usir. Ga mau bareng. Jiwa macam apa sebenarnya yang dimiliki. Tidak tahu posisi. Mana yang penting mana yang tidak. Mana yang prioritas mana yang tidak. 

Urusan agama tidak diprioritaskan. Jiwa macam apa seperti itu. Mau membangun keluarga macam apa seperti itu. 

Bikin mie. Yaa boleh boleh saja. Namun jadi seakan tidak mau menyatu dengan ritme makanan yang ada disini. Entah perasaan macam apa yang merasuki. 

Entah didikan macam apa yang ditanam. Lagian itu sayur, itu nasi yang di masak ibu juga sebagian saya yang kasih uangnya. Kok istri tidak mau makan. Itu uang suami. Mau tidak makan dari hasil jerih payah suami juga atau bagaimana ?? Jiwa macam apa yang merasuki.

Tapi aku sebagai suami berusaha memproses tai menjadi buah. Selalu begitu. Kebagian tai lalu berusaha diproses jadi pupuk atau yang lain. 

Mungkin ini semua sedang proses. Orang juga tidak bisa ujung-ujug adaptasi dengan lingkungan keluarga suami. Sabarlah wahai suami. Mungkin butuh waktu setahun, 2 tahun, 3 tahun , atau 4 tahun baru bisa beradaptasi. Tiap orang beda-beda. Walau ada yang 1 hari bisa langsung adaptasi. Yang ini berbeda. Dan sangat berbeda. Dan seperti besi keras dan kaku cara berpikirnya. Itu didikan.

Soal bikin mie. Yaa itu bebas bebas saja. Orang bebas memilih mau makan apa. Keluarga ku keluarga demokratis. Tidak ada anggapan tidak suka makana dia atau dia. Kalaupun tidak suka juga ga pa apa. Masak sendiri wujud kebebasan dan tanggung jawab.

Soal beli mendoan yaa biarkan juga. 

Akhirnya keluarga ku adalah keluarga biarin. 

Saya pikir puasa sunah kali ini menjadi ajang kegembiraan. Namun diujungnya ternyata jadi ajang ke dongkolan yang tidak terkira. 

Namun dibalik itu semua. Manusia bebas memilih mau menjadi dongkol atau mau tetap memilih menjadi tenang damai dan mensyukuri apa yang terjadi. 

Masih ada kehidupan esok hari. Kalaupun tidak kita manusia memang berasal dari ketiadaan dan akan kembali ke dalam ketiadaan. 

Ingat mati selalu menjadi prinsip bahwa kita tetap harus berprinsip hidup itu harus menjadi orang baik. Walaupun pasanganmu yaa begitulah..




Posting Komentar untuk "Puasa ujung jengkol ??"