Dilarang membantu

Saya pikir dengan mencuci baju menjemur dan mengamankan ketika hujan sudah cukup. Ternyata belum cukup. Harus di jemur kembali di dalam rumah. Tidak boleh di tumpuk. Agar pakaian kering. 

Hanya 1 hal yang kurang bisa mengalahkan segalanya yang sudah di lakukan. 

Dia tidak melihat bagaimana pakaian sudah tidak menumpuk di tempat cucian. Tinggal njemur lagi saja. Kenapa harus marah-marah lagi. 

Manusia memang bawaannya seperti itu. Tidak melihat yang sudah ada. Melihatnya yang belum ada. Dan terus seperti itu.

Pagi ini saya sudah
Rebus air untuk tukang.
Beli medangan.
Masak tahu 
Masak sayur
Nggodogin air panas
Bikin minuman kencur
Muter cucian
Nyapu latar yang kotor

Masih saja pagi-pagi marah marah. 
Prihatin rasanya. Tidak sadar diri.

Kalau ada bapaknya masak, cari makan, dst. Pelayanan di utamakan. 

Tapi kalau ada suami. Santai, hpan. Makanan tidak ada tetap hpan santai. Rileks.

Padahal sudah menikah itu sudah ganti posisi. Yang tadinya di bawah ayah ganti di bawah suami. Hak dan kewajiban sudah pindah.

Kasihan dengan bapak. Tapi ada wanita deketin di sengiti. Sungguh membingungkan.

Masih saja tidak sadar posisi. 

Jennn.. Sungguh aku merasa bersyukur perjuanganku masih panjang. Sabarku masih harus diperbaiki. Syukurku masih perlu di benahi. Sebagai suami. 

Menikah itu ibadah sehingga mengeluh pun sebenarnya tidak pantas. Masa ibadah mengeluh.

Ada Allah diantara suami dan istri. 

Ada Allah diantara suami dan mertua.

Ada Allah diantara suami dan anak.

Kita sering melupakan posisi Allah. Seharusnya jika ingat ada Allah tidak perlu buang-buang tenaga untuk kegiatan yang tidak perlu. Seperti marah-marah yang tidak pas.

Emang ada marah yang pas ?? Ada. Kalau hak tidak di berikan. Kewajiban tidak di laksanakan.

Lhaa njemur baju. Apakah kewajiban suami ?? Bukan. Apakah kewajiban istri?? Juga bukan.

Kalau bukan ngapain sih marah-marah di pagi hari.












Posting Komentar untuk "Dilarang membantu "